Antologi Puisi Tunggal pertama Meidyna Arrisandi, diterbitkan oleh Ellunar Publisher.
Yang menarik dari kumpulan puisi ini adalah ritme sajak-sajaknya yang mengalir tenang, yang membawa pikiran dan perasaan ke dalam suasana meditatif. Mengikuti alur dan alir sajak-sajak Mei serasa berada di antara suasana ngelangut dan suasana hangat-mesra.
(Joko Pinurbo, penyair)
Kecerdasan puitik yang pertama-tama harus dimiliki penyair adalah metafora. Dan metafora yang baik adalah tidak klise, punya estetika, dan dekat dengan kehidupan. Suatu perbandingan analogis yang membuat puisi menjadi indah dan memberikan keluasan ruang tafsir hingga pembacanya bisa berimajinasi, menggali inspirasi, menafsirkan gagasan dan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Membaca puisi-puisi Meidyna Arrisandi ini saya menangkap adanya eksperimentasi yang cukup tekun dalam menemukan metafora-metafora yang indah dan imajinatif untuk dituliskan dalam diksi puisi-puisinya. Sebuah usaha yang harus kita apresiasi.
(Arif Gumantia, Ketua Majelis Sastra Madiun)
Sajak-sajak Meidyna Arrisandi membawa kita berjalan menjelajahi dan membaca semesta. Menyisir kota-kota, dari bulevar dan Malioboro di Yogya, California, Paris, Berlin, Argentina, hingga Cina. Sajak-sajaknya mengajak pembaca merenungkan kehadiran dan keberadaan setiap tempat, layaknya setiap hati yang diam-diam menyimpan banyak perasaan. Tentang cinta, kehampaan, kesunyian, kerinduan, kesendirian, dan mungkin kesia-siaan. Setiap teks yang hadir, semacam sebuah upaya diri menempuh jalan sunyi, jalan menuju tangga kepenyairan. Semoga…
(Zabidi Zay Lawanglangit, Pekerja Kreatif di Advertising Agency)
(Joko Pinurbo, penyair)
Kecerdasan puitik yang pertama-tama harus dimiliki penyair adalah metafora. Dan metafora yang baik adalah tidak klise, punya estetika, dan dekat dengan kehidupan. Suatu perbandingan analogis yang membuat puisi menjadi indah dan memberikan keluasan ruang tafsir hingga pembacanya bisa berimajinasi, menggali inspirasi, menafsirkan gagasan dan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Membaca puisi-puisi Meidyna Arrisandi ini saya menangkap adanya eksperimentasi yang cukup tekun dalam menemukan metafora-metafora yang indah dan imajinatif untuk dituliskan dalam diksi puisi-puisinya. Sebuah usaha yang harus kita apresiasi.
(Arif Gumantia, Ketua Majelis Sastra Madiun)
Sajak-sajak Meidyna Arrisandi membawa kita berjalan menjelajahi dan membaca semesta. Menyisir kota-kota, dari bulevar dan Malioboro di Yogya, California, Paris, Berlin, Argentina, hingga Cina. Sajak-sajaknya mengajak pembaca merenungkan kehadiran dan keberadaan setiap tempat, layaknya setiap hati yang diam-diam menyimpan banyak perasaan. Tentang cinta, kehampaan, kesunyian, kerinduan, kesendirian, dan mungkin kesia-siaan. Setiap teks yang hadir, semacam sebuah upaya diri menempuh jalan sunyi, jalan menuju tangga kepenyairan. Semoga…
(Zabidi Zay Lawanglangit, Pekerja Kreatif di Advertising Agency)
Buku bisa didapatkan di Ellunar Publisher