Kondisi sedang sulit. Siapapun merasakan susahnya masa pandemi. Aktivitas menjadi terbatas, akibatnya banyak yang mengeluh di bidang ekonomi karena pasar-pasar ditutup, pusat-pusat pertokoan sepi. Kita seolah dipaksa menepi.
Biasanya terjebak rutinitas. Sekarang pun sama. Ada yang tiap hari di rumah saja dan melakukan aktivitas secara online. Ada yang setiap hari memang harus keluar rumah, karena jadwal dan tanggung jawab. Kamu gimana?
Berita di media massa dan media sosial masih saja gencar tentang jumlah yang meninggal dan yang sembuh dari Covid19. Sementara sebagian kita sudah ada yang tidak peduli lagi dengan angka-angka itu.
Sebagian kita sudah berserah. Beberapa malah ada yang tak percaya dengan pandemi yang sedang dilanda bumi. Angka-angka yang menunjukkan jumlah kematian akibat pandemi itu mungkin tidak terlalu meyakinkan bagi mereka. Namun, kita mau berdebat sekuat apapun tentang kemustahilannya, kematian tetaplah nyata.
Siapapun kamu, apa akhir-akhir ini jadi sering berpikir tentang kematian?
Berapa hati saja yang kehilangan keluarga, teman, orang-orang terkasihnya. Ini masa-masa yang sulit untuk kita semua. Kesulitan ekonomi, kesulitan menghadapi sepi karena ditinggalkan, kesulitan menghadapi kesendirian bagi mereka yang sebelumnya terbiasa selalu bersama, tentu jadi kondisi yang berat.
Momen menepi, merenungkan tujuan hidup dan sejauh mana diri jadi pribadi yang lebih baik
Bagi beberapa orang, termasuk saya, ini momen untuk benar-benar bisa digunakan untuk menepi. Sudah lebih dari 6 bulan pandemi ini berlangsung. Kita seolah dipaksa untuk berhenti dari rutinitas tak perlu dan hanya memilih yang paling prioritas untuk dilakukan.
Berdoa. Mungkin itu yang selama ini banyak kita lupa. Kita hanyut dan menghabiskan hampir seluruh waktu dalam sehari untuk mencari uang dan kesenangan sendiri. Meski tidak semua orang begitu, tetapi setujukah kamu kalau itu yang kebanyakan orang cari?
Bersambung…..